Kita hidup di suatu era, di mana berbagai peristiwa hanya menjadi seperti kilatan-kilatan lampu mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi di jalan tol. Berkelabat secara simultan mendera mata dan kadang dibarengi sedikit rangsangan yang agresif dan menyentuh libido. Bagi seni, percepatan images yang penuh bujuk rayu (seduction) bisa jadi akhir dari estetika yang meniscayakan kedalaman makna. Walaupun mungkin ada, hanya untuk sebatas pemenuhan hasrat yang banal. Dalam suasana seperti itu nilai menjadi begitu cari, berbagai dikotomi dalam masyarakat tak lagi bisa dipahami. Lalu bisakan kita membayangkan obyek-obyek seni punya arti bagi hidup ini? Apakah obyek itu bisa membujuk rayu dan membangkitkan hasrat libido kita? Abad ini adalah masa dimana kita hidup di atas kematian, nature. Akhir sejara, akhir ideologi dan akhir dominasi kaum lelaki. Maka cewek-cewk ini secara agresif membuat para lelaki sedikit nista, suatu fatal strategy yang membuatnya menangis. Boys Don’t Cry!
Pameran 6 seniman muda perempuan Bandung: Syagini Ratnawulan, Prilla Tania, Dewi Aditya, Herra Pahlasari, Ferial Affif, dan Puji Siswanti. Dikuratori Rifky Efendi. Pameran berlangsung dari 25 Mei hingga 7 Juni 2003.